BincangSyariah.Com – Malam Lailatul Qadar adalah salah satu malam paling istimewa dalam Islam. Keistimewaannya terletak pada kemuliaan dan keberkahan yang dikandungnya, di mana malam ini lebih baik dari seribu bulan. Keberadaannya dijelaskan dalam Al-Qur’an, terutama dalam Surah Al-Qadr. Sejarah Lailatul Qadar memiliki akar yang erat dengan turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad saw., serta pengaruhnya dalam kehidupan spiritual umat Islam.
Bulan Ramadan menjadi bulan yang sangat istimewa tidak saja karena ia menjadi bulan yang dipilih oleh Allah Swt. sebagai bulan puasa, melainkan di dalamnya juga terdapat suatu malam yang tidak bisa ditandingi oleh malam-malam lainnya. Malam ini sungguh membawa keistimewaan tersendiri bagi bulan Ramadan.
Malam ini dikenal dengan Lailatul Qadar. Suatu malam yang tidak akan pernah kita dapati dan temukan di bulan selain bulan Ramadan. Ia menurut mayoritas ulama hanya datang satu tahun sekali tepatnya pada suatu malam di antara beberapa malam yang berlalu di bulan Ramadan. Hanya saja keberadaannya dirahasiakan oleh Allah Swt dengan tujuan agar semua umat islam betul-betul pasang start dari awal. Karena kita tahu secara hukum alam sesuatu yang sangat istimewa akan selalu menjadi rahasia. (Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, hal. 544)
Selanjutnya, sebelum mengenal dan mengetahui sejarah Lailatul Qadar sangat baik bagi kita unruk mengetahui makna kata qadar yang terdapat ppada gabungan kedua kata lailah dan qadar.
Menurut Prof. Dr. Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat menyebutkan bahwa makna kata qadar bisa diartikan dengan tiga bentuk arti.
Pertama, berarti penetapan dan pengaturan Allah Swt bagi perjalanan hidup manusia. Kedua, diartikan dengan kemuliaan. Karena malam tersebut menjadi malam yang sang sangat istimewa hingga tidak dapat ditandingi oleh malam-malam lainnya. Ketiga, diartikan dengan kata sempit. Pasalnya pada malam itu ada ribuan malaikat yang turun ke bumi. (Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, hal. 541-542)
Menurut beliau ketiga bentuk arti dari kata qadar di atas sama-sama benar. Ketiganya bisa disatukan dalam bentuk kemuliaan dan keistimewaan yang sangat luar biasa pada malam ini. Karena malam ini menjadi malam yang dipilih oleh Allah untuk menetapkan sepak terjang hidup manusia di dunia. Sehingga otomatis para malaikat yang menjadi petugas khusus Allah akan betul-betul dalam kesibukan hingga diturunkan ke bumi.
Kemudian mengenai sejarah awal dan pertama kali turunnya Lailatul Qadar ini, Prof. Dr. Quraish Shihab dalam buku yang sama menegaskan bahwa malam ini ditemui oleh Nabi Muhammad saw. pada saat beliau sedang bersemedi dan menyepi di dalam gua Hira’ yang terletak di Jabal Nur (Gunung Cahaya), sekitar 6 km sebelah utara Masjidil Haram, Makkah. Tinggi gunung ini 281 m dengan panjang pendakian sekitar 645 meter.
Pada saat itu, Nabi Muhammad saw. sedang menyepi dan menyendiri sambil lalu merenung. Di saat beliau telah sampai pada suatu kondisi di mana kesuciannya tertanam menancap dalam dirinya, tiba-tiba datanglah Malaikat Jibril (al–Ruh) dengan memberikan bimbingan dan membawa ajaran. Sehingga pada saat itulah terjadilah perubahan total perjalanan kehidupan Nabi Muhammad dan seluruh umat manusia. Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, hal. 547)
Lebih lanjut, Imam Ibnu Katsir dalam karyanya, Tafsir Ibnu Katsir pada juz 8 halaman 443 menyebutkan sebuah hadis tentang turunnya ayat Al-Qadar 1-3, yang kemudian ayat ini menjadi sinyalemen adanya Lailatul Qadar di bulan Ramadan sebagai berikut:
عَنْ عَلِي بْنِ عُرْوَةَ قَالَ: ذكَرَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وس يَوْمًا أَرْبَعَةً مِنْ بَنِي إِسْرَائِيْلَ، عَبَدُوْا اللهَ ثَمانِيْنَ عَامًا، لَمْ يَعْصُوْهُ طَرْفَةَ عَيْنٍ: فَذَكَرَ أَيُّوْبَ، وَزَكَرِيَّا، وَحِزْقِيْلَ بْنَ الْعَجُوْزِ، وَيُوْشَعَ بْنَ نُونٍ، قَالَ: فَعَجَبَ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ ذٰلِكَ، فَأَتَاهُ جِبْرِيْلُ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، عَجِبَتْ أُمَّتُكَ مِنْ عِبَادَةِ هَؤُلاَءِ النَّفَرِ ثَمَانِيْنَ سَنَةً، لَمْ يعْصُوْهُ طَرْفَةَ عَيْنٍ؛ فَقَدْ أَنْزَلَ اللهُ خَيْرًا مِنْ ذٰلِكَ. فَقَرَأَ عَلَيْهِ: إِنَّا أَنزلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، هَذَا أَفْضَلُ مِمَّا عَجِبْتَ أَنْتَ وَأُمَّتُكَ. قَالَ: فَسُرَّ بِذٰلِكَ رَسُوْلُ اللهِ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ وَالنَّاسُ مَعَهُ
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw suatu hari menceritakan empat orang dari Bani Israil yang menyembah Allah selama 80 tahun, yang tidak pernah berbuat maksiat sekejap mata pun, yaitu Ayub, Zakariya, Hizqil bin ‘Ajuz dan Yusya’ bin Nun. Maka para sahabat mengagumi hal itu. Kemudian datanglah Jibril kepada Nabi saw dan berkata:
“Wahai Muhammad, umatmu kagum dengan ibadah selama 80 tahun, yang tidak pernah berbuat maksiat sekejap mata pun. Kemudian Allah menurunkan yang lebih baik dari ibadahnya orang Israil tersebut.
Kemudian Jibril membacakan kepada Nabi: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan” (al-Qadr: 1-3) Ini lebih utama dari pada yang dikagumimu dan umatmu”. Kemudian Rasulullah dan sahabat merasa senang dengan hal itu.”
Dari penjelasan di atas dapat kita ambil intisarinya bahwa sejarah datangnya Lailatul Qadar memang betul-betul nyata dan faktual. Hal itu didukung dengan peristiwa menyendirinya Nabi Muhammad saw. di Gua Hira sebagai mana disampaikan di atas oleh Prof. Quraish Shihab.
Pada saat itulah pertama kali beliau dipertemukan dengan malam Lailatul Qadar. Ia, walaupun ayat yang menegaskan adanya Lailatul Qadar yang dikutip oleh Imam Ibnu Katsir di atas tidak diturunkan pada saat beliau sedang berada di Gua Hira yaitu diturunkan pada saat Nabi menceritakan sebuah keajaiban kepada para sahabatnya terkait kehebatan Bani Israil dalam menjalankan ibadah sebagaimana tersurat dalam hadis yang dikutip oleh Imam Ibnu Katsir di atas.
Selanjutnya, yang perlu kita perhatikan dari adanya kejadian dan peristiwa menyendirinya Nabi Muhammad saw di Gua Hira hingga dipertemukan dengan Lailatul Qadar, adalah bahwa malam ini tidak mudah menemui kita. Ia harus dicari melalui memperbanyak iktikaf dan menyendiri menyucikan diri di dalam masjid, sebagaimana Nabi Muhammad saw mencarinya melalui berdiam diri dan bersemedi di Gua Hira. Walllahu A’lam.