BincangSyariah.Com – Dalam fiqih, memperbarui wudhu disebut dengan tajdidul wudu. Yang dimaksud tajdidul wudhu adalah melakukan wudhu pada saat wudhu yang pertama belum batal. Menurut para ulama, hukum memperbarui wudhu dalam fikih atau hukum Islam adalah mustahab atau dianjurkan. Namun kapan memperbarui wudhu ini dianjurkan?
Dalam kitab Al-Majmu’, Imam Nawawi menghimpun ragam pendapat ulama terkait kondisi dianjurkan memperbarui wudhu. Setidaknya, terdapat lima ragam pendapat ulama dalam masalah ini. (Baca: Cara Memperbarui Wudhu)
Pertama, dianjurkan memperbarui wudhu jika wudhu pertama sudah digunakan melaksanakan shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunnah. Misalnya, wudhu pertama sudah digunakan melaksanakan shalat Maghrib, maka jika hendak melaksanakan shalat Isyak dianjurkan memperbarui wudhu meskipun wudhu pertama belum batal. Ini adalah pendapat ulama yang paling shahih.
Kedua, dianjurkan memperbarui wudhu jika wudhu pertama sudah digunakan melaksanakan shalat wajib. Jika hanya digunakan melaksanakan sunnah, maka tidak dianjurkan memperbarui wudhu. Ini adalah pendapat Imam Al-Faurani.
Ketiga, dianjurkan memperbarui wudhu jika wudhu pertama sudah digunakan sesuai dengan tujuan berwudhu. Misalnya, seseorang berwudhu karena hendak membaca Al-Quran, ketika dia sudah membaca Al-Quran melalui wudhu tersebut, maka ketika hendak shalat dia dianjurkan untuk memperbarui wudhu. Jika dia belum membaca Al-Quran, maka dia tidak dianjurkan memperbarui wudhu. Ini adalah pendapat Imam Al-Syasyi.
Keempat, dianjurkan memperbarui wudhu jika wudhu pertama sudah digunakan melaksanakan shalat, digunakan sujud tilawah, atau sujud syukur, atau membaca Al-Quran. Ini adalah pendapat Imam Al-Juwaini.
Kelima, dianjurkan memperbarui wudhu meskipun wudhu pertama belum digunakan sama sekali. Ini adalah pendapat Imam Al-Haramain.
Demikian pendapat ulama terkait kondisi dianjurkan memperbarui wudhu, sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’. Menurut Imam Nawawi, dari lima pendapat di atas, pendapat pertama merupakan pendapat yang paling shahih.
[…] Wudhu dari tempat, bejana dan kamar mandi non-muslim hukumnya boleh dan sah selama air dan tempat tersebut secara lahir suci. Tempat dan air milik non-muslim tetap dihukumi suci hingga tampak nyata najisnya, bukan hanya dugaan kuat saja. Jika sudah terlihat jelas najisnya, maka dihukumi najis tidak boleh digunakan untuk wudhu. (Lima Kondisi Dianjurkan Memperbarui Wudhu) […]
[…] Begitupun saat perang melawan covid-19. Orang yang enggan menjaga kebersihan dirinya dan tidak melengkapi dirinya dengan ‘senjata’ akan sangat mudah dikalahkan oleh covid-19. Tanpa menjaga kebersihan diri dan lingkungan, seseorang akan terpapar serangan virus ini. Islam telah mengajarkan tentang pentingnya merawat kesehatan dan menjaga kebersihan. Tanpa keduanya, pondasi Islam rapuh. (Baca: Lima Kondisi Dianjurkan Memperbarui Wudhu?) […]