BincangSyariah.Com – Mempelajari perjalanan hidup orang besar seperti al Syafi’i, memang sangat mengesankan. Ia adalah orang yang tidak pernah berhenti berfikir, di mana dan kapanpun. Berbagai perjalanan ke tempat-tempat yang jauh dan melelahkan sekalipun ia jalani demi mencari ilmu. Ia juga seorang cendekiawan sejati yang mengorbankan seluruh hidupnya untuk mencerdaskan masyarakatnya.
Keinginan satu-satunya ialah dapat memahami ajaran-ajaran dan rahasia agama, lalu menyampaikannya ke seluruh masyarakat dunia. Untuk itu pula perjalanan yang melelahkan dan penuh derita itu tetap dijalaninya.
Akibat dari itu semua aktivitasnya itu, ia menderita sakit wasir yang sulit disembuhkan, meski sudah menjalani pengobatan dokter. Konon, akibat penyakit ini, kalau dia naik kendaraan, sarung dan pelana kudanya penuh dengan darah bahkan seringkali mengalir sampai sepatunya. Penyakit itu semakin hari semakain parah. Ia hanya bisa terbaring di rumah selama berhari-hari.
Al-Muzani, muridnya yang setia, suatu hari menjenguknya. Ia sempat melihat keluarganya sedang membuat lubang di bawah tempat tidurnya. Dibawah lubang itu mereka menaruh kaleng tempat darah. Sewaktu al-Muzani menanyakan kesehatannya, as-Syafi’i menjawab, “Demi Allah, aku tidak tahu apakah ruhku akan diantar ke surga. Jika ini yang terjadi, tentu akan sangat menyenangkan. Akan tetapi bila ke neraka, tentu aku akan sangat berduka.” Setelah mengatakan itu, ia membuka matanya menatap langit-langit rumahnya sambil bergumam,
Bila hatiku menjadi beku
Jalanku telah sempit
Harapanku satu-satunya
Engkau memaafkanku
Dosa-dosaku sungguh besar
Hanya bila Engkau memaafkan
Maaf-Mu tentu lebih besar
Sesudah mengucapkan kata-kata itu, akhir hayat Imam as-Syafi’i pun tiba. Ia dengan tenang menghembuskan nafasnya yang terakhir sesudah shalat Isya, malam Jumat terakhir bulan Rajab 204 H dan disaksikan salah seorang muridnya, Rabi’ al-Jizi.
Masyarakat Mesir begitu berduka kehilang orang besar dan cendekiawan terkemuka ini. As-Syafi’i dikuburkan di tanah milik Bani Zahrah, yaitu anak cucu keturunan Abdullah bin ‘Abdurrahman bin ‘Auf as-Syafi’i.