BincangSyariah.Com– Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, “Saya meriwayatkan dari Rasulullah saw. Dua wadah ilmu: salah satunya telah saya sebarkan kepada kalian. Adapun yang kedua, seandainya saya sebarkan kepada kalian, niscaya kalian akan mengasah pisau untuk memotong leherku ini (dua wadah itu adalah syariat dan hakikat)”. (hlm. 118) (Baca: Amalan Agar Bisa Bertemu Nabi Khidir)
Di dalam tasawuf, ilmu hakikat adalah hasil dari capaian tahapan seorang sufi dalam melakukan proses pendekatan diri kepada Allah Swt. Seorang sufi yang sudah mencapai makam makrifat akan memperoleh pengetahuan hakikat setelah hijab yang menutupi atau menjadi pemisah antara dia dan Tuhannya tersingkap.
Ilmu hakikat ini adalah ilmu yang cukup berbahaya jika disebarluaskan kepada masyarakat umum inilah yang juga dimiliki oleh Nabi Khidir. Bahkan, Nabi Musa pun karena tidak memahami pengetahuan Nabi Khidir, dalam perjalanan bersamanya, beliau selalu memprotes perlakuan aneh Nabi Khidir.
Dikisahkan bahwa Nabi Khidir membunuh seorang anak kecil dengan alasan kelak anak itu saat dewasa menjadi orang yang ingkar kepada Allah Swt. Nabi Khidir juga dapat melihat sesuatu yang tidak mampu dilihat oleh Nabi Musa, yaitu akan datangnya bajak laut yang akan merampas perahu nelayan, maka sebelum datang penjahat tersebut, Nabi Khidir terlebih dahulu merusak perahu untuk menyelamatkan nelayan dari aksi perampokan.
Nabi Khidir juga membetulkan tembok yang hampir roboh, karena ia mengetahui bahwa di dalamnya ada harta anak yatim yang disimpan, sehingga agar harta itu aman dan terjaga hingga anak itu dewasa, maka dibetulkannya tembok itu.
Ada dua syarat penting untuk bisa mendapatkan ilmu hakikat ini, yaitu mensucikan hati dan jiwa dari segala macam perbuatan dosa dan maksiat. Seseorang yang telah memperoleh ilmu ini berarti ia telah berhasil dalam melakukan pembersihan hati dan jiwanya.
Keberhasilan ini juga yang menjadi sebab Nabi Khidir dibukakan tabir penghalangnya. Dengan terbukanya tabir itulah pengetahuan-pengetahuan yang bersifat gaib pun diketahui oleh Nabi Khidir secara langsung. (hlm. 120)
Al-Ghazali menjelaskan bahwa untuk mencapai makrifat kepada Allah Swt, harus melalui pintu gerbang (hati) yang bisa dibuka dengan sebuah kunci (hubb) karena sesungguhnya makrifat adalah manivestasi dari mahabbah (cinta). Mahabbah atau cinta adalah satu istilah yang selalu berdampingan dengan makrifat.
Zunnun al-Mishri (w. 860 M) memahami ada tiga macam pengetahuan tentang Allah Swt. Pengetahuan awam, yaitu pengetahuan melalui meniru atau taqlid. Kedua, pengetahuan ulama, yaitu pengetahuan yang didapat dengan pembuktian rasional. Ketiga, pengetahuan sufi yaitu pengetahuan melalui penyaksian langsung dengan kalbu yang bersih dan bening. (hlm. 143)
Pengetahun ketiga inilah yang dimiliki oleh Nabi Khidir. Kisah Nabi Khidir yang telah menguasai ilmu makrifat ini bisa diambil sebagai pelajaran hidup. Kita bisa mengambil pelajaran bahwa tidak ada seorang manusia pun yang boleh mengklaim dirinya lebih berilmu dibanding yang lain. Ingat, di atas langit masih ada langit.
Pelajaran kedua, kita juga harus bersabar dan tidak terburu-buru untuk mendapatkan kebijaksanaan dari setiap peristiwa yang kita alami. Lebih dari itu, pelajaran yang bisa kita ambil adalah kita harus menjaga adab kepada guru kita.
Maka, tawadhu, sabar, dan akhlak adalah tiga mutiara dari kisah Nabi Khidir. Tiga hal ini juga lah yang semakin lama kian meluntur dari kehidupan ini.
Judul Buku : Mistik dan Makrifat Nabi Khidir as
Pengarang : Heri Kurniawan Tadjid
Penerbit : Araska, Yogyakarta
Tahun Terbit : 2019
Halaman : 252 hlm
ISBN : 978-602-5805-90-5
[…] BincangSyariah.Com – Dalam kitab Majmu’ah Ahzab wa Awrad Al-Syaikh Al-Akbar Ibnu Arabi, Dhiyauddin Ahmad bin Musthafa menyebutkan salah satu doa untuk menangkal wabah dan penyakit yang turun dengan cara bertawassul dengan Nabi Khidir dan Nabi Ilyas. (Baca: Mutiara Makrifat Perjalanan Hidup Nabi Khidir) […]